banner 728x250

Penilaian Publik Menteri Sosial Saifullah Yusuf Dianggap Bekerja Optimal Jelang 100 hari Kerja Pemerintahan Prabowo – Gibran

banner 120x600

METRO98.COM II Jakarta–  Jelang  100 hari kerja Prabowo dan Gibran,  Centre  for Indonesia Strategic  Actions (CISA) merilis survei bertajuk Survei 100 Hari Kerja: Performa Kinerja Pemerintah dan Dinamika Sosial dan Politik Nasional yang berlangsung sejak 5-10 Januari 2025.

Survei yang melibatkan 1.189 responden di 38 Provinsi dengan margin of error sebesar  2,9% pada tingkat kepercayaan 95% melalui metode simple random sampling ini menyebutkan bahwa secara umum ditemukan fakta mayoritas publik relatif cukup puas terhadap kinerja Pemerintahan Prabowo-Gibran melalui Kabinet Merah Putih selama 100 hari kerja pertama, baik dalam bidang sosial, ekonomi, dan politik.

banner 325x300

“Meskipun publik puas, kebijakan Prabowo dan Gibran atas kenaikan PPN 12% masih dianggap belum tepat dilakukan oleh pemerintah saat ini,” ucap Herry Mendrofa, Direktur Eksekutif CISA, Selasa 15 Januari 2025.

Selain itu dalam persepsi publik secara spontan didapatkan opini bahwa Kementerian Sosial dan Menteri Sosial Saifullah Yusuf menjadi Menteri atau pejabat negara yang dianggap publik bekerja optimal selama ini setelah unggul dari Menteri Agama, Menteri Pendayagunaan  Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi, Sekretaris Kabinet hingga Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan yang kelimanya berada pada Top of mind publik.

Kemudian mayoritas publik juga menganggap Pemerintah Prabowo dan Gibran telah bekerja optimal dalam mengelola pemerintahan dan birokrasi. Ada 52,81% yang setuju, 27,84% yang tidak setuju, serta yang netral 10,85% dan tidak tahu/tidak menjawab 8,49%.

“Sedangkan bagi 42,48% publik melihat pemerintah belum optimal dalam memberikan perlindungan penyelenggaraan demokrasi seperti kebebasan berserikat, berkumpul, dan berpendapat walaupun 41,29% tidak setuju, yang netral 8,41%, dan tidak tahu/tidak menjawab 7,89%,” sebut Herry.

Sementara itu sebanyak 29,52% menilai Kementerian Sosial telah bekerja optimal dibandingkan Kementerian atau Lembaga negara lainnya pada pemerintahan  Prabowo dan Gibran, disusul oleh Kementerian  Agama  24,14%, Kementerian  Pendayagunaan  Aparatur Sipil Negara  dan Reformasi Birokrasi 18,92%, Sekretaris Kabinet 15,90%, serta Kantor Komunikasi Kepresidenan 11,52%.

Adapun ketika  publik ditanyakan  secara  spontan tentang Menteri  atau  pejabat negara yang dianggap bekerja optimal selama 100 hari kerja pemerintahan Prabowo-Gibran sebagai berikut:

  1. Saifullah Yusuf (Menteri Sosial) 29,91%.
  2. Nasaruddin Umar (Menteri Agama) 23,63%.
  3. Rini Widyanti (Menteri PAN-RB) 18,76%.
  4. Teddy Indra Wijaya (Sekretaris Kabinet) 11,86%.
  5. Hasan Nasbi (Kepala Kantor Komunikasi Presiden) 11,52%.

“Hanya 7,32% yang menjawab tidak tahu/tidak menjawab,” kata Herry Mendrofa.

Perlu  diketahui bahwa  dasar  penilaian  publik terhadap kinerja  Kementerian  atau Lembaga Negara termasuk Menteri atau pejabat negara dilihat dari beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut meliputi:

  1. Komunikasi 30,45%
  2. Integritas 21,61%
  3. Kepemimpinan 19,43%.
  4. Pelayanan Publik 10,26%.
  5. Etos Kerja 5,47%.
  6. Program Kerja 4,37%.
  7. Anti Korupsi 3,36%.
  8. Inovasi 2,52%.
  9. Independensi 1,68%.
  10. Responsibilitas 0,84%.

Berdasarkan   survei  yang  dilakukan  juga  ditemukan  bahwa  mayoritas  publik yakni  57,95% menganggap pemerintah telah meningkatkan kesejahteraan masyarakat meskipun ada 34,65% yang  tidak  setuju dengan hal  tersebut. Sekitar 1,93%  menyatakan netral dan 5,47% tidak tahu/tidak menjawab.

“Hal ini tentunya linier dengan opini publik sebesar  52,49% yang meyakini bahwa pemerintah telah memberikan kepastian perlindungan sosial bagi masyarakat. Kendati demikian masih ada 40,45% yang tidak setuju, 1,93% yang netral, serta 5,13% yang tidak tahu/tidak menjawab,” ujar Herry.

Herry pun menyebutkan adanya mayoritas publik menilai bahwa kebijakan pemerintah dalam hal menyalurkan bantuan sosial seperti Program Keluarga Harapan (PKH), sembako, beras (cadangan pangan) serta bantuan sosial lainnya sepanjang tahun 2024 hingga Januari 2025 telah optimal.

“Ada 68,72% setuju, 24,05% yang tidak setuju, sedangkan yang netral hanya 2,78% serta tidak tahu/tidak menjawab sebanyak 4,46%,” tutur Herry Mendrofa.

Menurutnya penilaian ini cukup berdasar karena hal ini merupakan konsekuensi logis dari kinerja Kementerian dan Lembaga Negara terkait yang dianggap mampu mengelola kebutuhan prioritas masyarakat  khususnya  kelompok prasejahtera melalui konsolidasi dan integrasi Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), lalu semakin mantapnya ketepatan sasaran  penerima manfaat,

evaluasi  yang berkesinambungan atas  preferensi kebijakan yang diambil hingga sinergi dan kolaborasi antar stakeholder yang selama ini cukup konsisten.

“Dalam survei ini juga ada harapan ya terutama pada pemerintah untuk tetap menjamin adanya subsidi  alternatif  agar  terwujudnya  peningkatan  taraf  kesejahteraan  masyarakat.  Seperti diketahui bahwa ada 68,37% yang menyatakan setuju dengan kebijakan tersebut, 28,93% yang tidak setuju, yang netral 0,93% serta tidak tahu/tidak menjawab 1,77%,” kata Herry.

Lalu kebijakan pemerintah soal memberikan perlindungan terhadap Hak Asasi  Manusia, Kehidupan  Kerukunan  Beragama  dan Toleransi, serta  Solidaritas  Sosial lainnya  dinilai oleh 50,88% telah optimal sedangkan 38,39% tidak setuju dengan opini tersebut, yang netral hanya 8,49 serta yang tidak tahu/tidak menjawab 1,77%.

Dalam hal kebijakan ekonomi, 53,66% publik menilai kebijakan ekonomi berjalan optimal, sekitar41,63% yang tidak setuju, 1,93% yang netral, serta yang tidak tahu/tidak menjawab 2,78%. “Bagi 51,64% menganggap kebijakan ekonomi telah meningkatkan taraf perekonomian pribadi atau keluarga, lalu 43,64% tidak setuju, 1,93% yang netral, serta yang tidak tahu/tidak menjawab 2,78%,” tutur Herry.

Hal ini juga tidak terlepas dari 51,81% publik yang memiliki persepsi bahwa kebijakan ekonomi pemerintah sukses meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara nasional walaupun 43,32% tidak setuju, 2,10% yang netral, dan 2,78% yang tidak tahu/tidak menjawab.

“Sementara itu mayoritas publik justru menolak kenaikan PPN 12% yang telah diputuskan oleh Pemerintah. Bagi 55,34% tidak setuju karena kebijakan kenaikan PPN 12% tidak mempengaruhi atau tidak berdampak signifikan tergadap  kenaikan  taraf  perekonomian masyarakat.  Namun 0,46% masih menilai preferensi kebijakan kenaikan PPN 12% logis dan rasional sehingga setuju dengan kebijakan pemerintah tersebut.  Adapun yang netral  hanya  2,94% serta  1,26% tidak tahu/tidak menjawab,” pungkas Herry Mendrofa.

Untuk diketahui survei yang melibatkan 1.189 responden di 38 Provinsi dengan margin of error sebesar 2,9 % melalui metode simple random sampling. (***)

banner 400x130

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

banner 400x130